BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan pendidikan merupakan
salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan
pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai
kemajuan di berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara
dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa
Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewaj\ibkan pemerintah
bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan
kesejahteraan umum. Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan
dan pengajaran tanpa terkecuali, baik yang kaya maupun yang miskin dan
masyarakat perkotaan maupun pedesaan (terpencil). Kurang meratanya pendidikan
di Indonesia terutama akses memperoleh pendidikan bagi masyarakat miskin dan
terpencil menjadi suatu masalah klasik yang hingga kini belum ada
langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk menanganinya. Kondisi geografis
Indonesia yang sangat beragam mulai dari desa terpencil sampai di kota besar,
ditambah dengan kondisi sosial ekonomi yang beragam pula, menjadikan
pelaksanaan pemerataan pendidikan dalam rangka menuntaskan wajib belajar 9
tahun menjadi terhambat. Pemerataan pendidikan di Indonesia masih belum
maksimal, terbuktinya SDM masyarakat pedesaan yang masih rendah ketika
masyarakat desa datang ke kota besar dan mereka umumnyabekerja sebagai buruh
dan ada pula yang hanya menjaga sepengangguran Meskipun pemerintah telah
mencanangkan program wajib belajar 9 tahun kepada semua warganya hal ini tidak
berjalan dengan baik di daerah pedesaan yang terpencil di Negara kita, salah
satu masalah yang menjadi hambatan adalah kondisi geografis
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja
permasalahan yang menghambat pemerataan pendidikan jika dalam sisi geografis ?
2. Apa saja
permasalahan-permasalahan atau hambatan dalam pemerataan pendidikan di Indonesia
?
3. Bagaimana solusi dalam permasalahan hambatan dalam
pemerataan pelaksanaan pemerataan indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
masala-masalah yang menjadi penghambat dalam pemerataaan dalam keadaan geografis.
2. Mencari solusi agar pelaksanaan pemerataan
pendidikan dapat berjalan sesuai rencana pemerintah
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi di desa yang sebagian besar minim sarana dan
prasarana menjadikan masalah bagi masyarakat di desa terutama bagi pelajar
untuk mengikuti program yang diwajibkan pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun.
Tidak meratanya prasarana sekolah di desa membuat masih adanya jarak yang jauh
antara sekolah dengan pemukiman para penduduk., di sana juga belum banyak tenaga pengajar(guru) yang
sesuai setandar negara yaitu setrata, disana belum bisa menyempurnakan
kopetensi yang selalu berubah-ubah tiap tahunya, jadi bukan hanya masalah
Kondisi geografis yang menjadi penghambat
para siswa untuk belajar, tetapi juga dengan kondisi geografis yang seperti ini
siswa berangkat ke sekolah berjalan kaki dengan
jalanan yang masih alami sehingga becek jika turun hujan, adanya sungai
yang memisahkan pemukiman penduduk dengan tempat mereka sekolah, kondisi
jalanan yang berbukit dan masih banyaknya hutan dan terisolirnya desa terpencil
dengan pusat kota atau desa yang lebih maju. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan
kondisi para pelajar dan guruyang berada di desa terpencil karena para pemuda
di Negara ini berhak menerima pendidikan yang layak sesuai ketentuan UUD dan
juga untuk mensukseskan program wajib belajar 9 tahun karena dengan program ini
SDM Negara kita akan lebih terangkat dari sebelumnya. Pemerintah juga sebaiknya
membangun jalan-jalan di daerah terpencil khususnya dan menyediakan
transportasi bagi para pelajar untuk memudahkan mereka sampai ke sekolah, bisa
juga dengan adanya pembangunan jembatan untuk pemukiman penduduk yang terisolir
karena sungai atau pun jurang. Kondisi alam yang menyulitkan, jarangnya sarana
transportasi, tidak adanya sekolah di desa terpencil membuat pelajar harus
berjalan jauh ketika hendak berangkat sekolah. Banyak siswa yang harus menempuh
jarak kiloan meter dengan berjalan kaki untuk sampai di lokasi sekolah. Ketika
sekolah dimulai pada pukul tujuh, para pelajar harus sudah berangkat dari
rumahnya pada pagi buta. Berjalan kaki dengan membawa obor untuk menerangi jalan
yang dilalui. Dengan kondisi seperti ini jelas para pelajar desa ini tidak
sempat untuk sarapan. Kondisi lelah setelah berjalan jauh dan perut yang kosong
membuat para siswa mengantuk dan tidak bisa berpikir optimal di jam-jam
pelajaran. Keadaan seperti ini jelas lebih parah ketika musim hujan.
Orang-orang di pedalaman seperti Irian dan Kalimantan tidak memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama dengan kita. Pemerintah menghindar dari
kewajibannya membuka daerah-daerah terpencil, namun juga menutup upaya organisasi
lain. Pemerintah seharusnya membuka dan tidak menghalang-halangi pekerjaan
LSM-LSM untuk membuka daerah-daerah terpencil di Irian dan Kalimantan,
sekalipun LSM tersebut adalah Misi Penginjilan dari luar negeri. Selama ini
birokrasi pemerintah secara efektif menghalangi upaya pembukaan daerah-daerah
terpencil tersebut yang berasal dari misi LSM Kristen Kampus-kampus di
Indonesia Timur tidak memperoleh alokasi yang sama dengan kampus-kampus di
bagian barat. Bantuan yang besar lebih banyak dihabiskan untuk pengembangan
kampus di Jawa
Masalah pendidikan yang ada di indonesia sangat lah
banyak
Miris,
itulah kata yang menggambarkan indonesia. Mulai dari pro-kontrak ujian nasional
jual beli ijaza dan gelar, sampai tidak meratanya sarana pendidikan . di semua daerah. Indonesia adalah Negara yang
besar baik dari sisi luas wilayah dan jumlah penduduknya dengan segala potensi
yang ada, seharusnya kita bis bersaing bahkan mengungguli negara negara yang
besardunia. Sayang keurikulum yang ditetapkan masih belum mampu memberikan
hasil yang optimal. Masalah yang ada
antara lain: Masalah pendidikan di indonesia, secara umum mencakup SDM, Sarana dan
Prasarana, Guru Profesional, Manajemen Pendidikan, dan masalah kurikulum serta
kualitas pembelajaran.
1.Adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal
maupun informal.
Dan hasil
itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan
memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia
untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kita seharusnya dapat meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya
manusia di Negara-negara lain. Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di
berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal
itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan
sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi
pembangunan bangsa di berbagai bidang. Ada banyak penyabab mengapa mutu
pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai
rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini
adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.
2. Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan(yg sebenarnya sudah
cukup baik) di Indonesia yang disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru
berkompetensi untuk mengajar di daerah-daerah.
Sebenarnya
kurikulum Indonesia tidak kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi
pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Kurang sadarnya masyarakat
mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang sehingga
profesi ini tidak begitu dihargai. Sistem pendidikan yang sering
berganti-ganti, bukanlah masalah utama, yang menjadi masalah utama adalah
pelaksanaan di lapangan, kurang optimal. Terbatasnya fasilitas untuk
pembelajaran baik bagi pengajar dan yang belajar. Hal ini terkait terbatasnya
dana pendidikan yang disediakan pemerintah. Banyak sekali kegiatan yang
dilakukan depdiknas untuk meningkatkan kompetensi guru, tetapi tindak lanjut
yang tidak membuahkan hasil dari kegiatan semacam penataran, sosialisasi. Jadi
terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana selanjutnya, tanpa memperhatikan
manfaat yang dapat diperoleh. Jika kondisi semacam itu tidak diubah untuk
dibenahi kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Maka pendidikan
Indonesia sulit untuk maju. Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yg berkualitas
mesti bermodal/berbiaya besar. Tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi, kita
lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu bahwa
pendidikan akan membaik jika gurunya berkompetensi dan cukup dana untuk
memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Adanya biaya pendidikan yang mahal,
menyulitkan sebagian masyarakat Indonesia yang kurang mampu. Hal ini dapat
mengakibatkan banyaknya anak-anak Indonesia yang terancam putus sekolah. Oleh
karena itu, sangat lah di perlukan peningkatan dana pendidikan di Indonesia
agar dapat membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu melalui program
beasiswa, orang tua asuh, dan dapat juga dengan pembebasan biaya pendidikan
3. Negara belum mampu melaksanakan amanat UUD yaitu 20% APBN untuk
pendidikan.
-sarana dan
prasarana pendidikan yang tidak mendukung.
-keprofesionalan
guru yang rendah.
-kesejahteraan
guru yang rendah (terkait dengan keprofesionalan).
-pendidikan dijadikan komoditas politik dalam pilkada-pilkada ,dengan kampanye pendidikan gratis
-pendidikan dijadikan komoditas politik dalam pilkada-pilkada ,dengan kampanye pendidikan gratis
-belum meratanya
pendidikan yang layak bagi seluruh daerah diIndonesia
-belum sesuainya pendidikan dengan karakter daearah-daerah dan karakter Indonesia
-belum sesuainya pendidikan dengan karakter daearah-daerah dan karakter Indonesia
4. Orientasi ijazah dan gelar
Salah satu
kerusakan dimulai dari masyarakat sekitar kita, yang menanamkan bahwa gelar
adalah hal yang sangat dihormati, sambil melupakan kualitas intelektual yang
dimiliki seseorang. Hal ini diperkuat oleh para pemilik gelar yang hobi
menonjol-nonjolkan gelarnya
5. Tidak ada penelitian dan budaya
penelitian
Budaya
penelitian adalah budaya yang sangat vital dan harus dikembangkan sejak
pendidikan dasar. Pengembangannya terkait dengan adanya aktifitas guru/dosen
untuk melakukan penelitian, serta adanya sistem yang kondusif untuk melakukan
penelitian. Saat ini keduanya tidak ada. Penelitian di perguruan tinggi lebih
merupakan sarana kenaikan golongan bagi dosen.Apalagi di PT teknik
6. Kurikulum nasional dan metode pengajaran
Penegmbangan
kurikulum nasional selama ini sangat kacau. Perubahan kurikulum hingga saat ini
lebih mencerminkan selera daripada adanya suatu pengembangan yang baik
7. Buruknya standarisasi lembaga pendidikan
Keberadaan
lembaga pendididkan penjual gelar sangat merusak dunia pendidikan di Indonesia.
Lembaga pendidikan tidak mengalami proses standarisasi yang baik sehingga tidak
ada jaminan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia
8. Diskriminasi, KKN, dan kronisme
Diskriminasi
ras, agama, dan etnis sangat terasa dalam level yang lebih tinggi. Dosen-dosen
minoritas mendapat perlakuan berbeda, dan mengalami pembatasan posisi. Sebagai
akibatnya iklim intelektual hilang sama
sekali
9. Perusakan mental
Hampir
seluruh PT dan akademik bertanggung jawab atas perusakan mental generasi muda.
Mulai dari pencurian hak cipta, plagiat, pemalsuan tanda tangan, korupsi dana,
dan berbagai praktek rusak dipelajari dalam dunia pendidikan. Bukan hanya
sipil, tetapi juga militer. Pemerasan mulai dipelajari di akademi kepolisian,
serta tindak kekerasan dan penindasan mulai dipelajari di akademi militer
10. Faktor ekonomi
Suatu hal
yang sulit bahwa perekonomian yang buruk sangat menghambat perkembangan dan
perbaikan dunia pendidikan di Indonesia. Gaji guru yang rendah sulit diatasi
secara nasional. Otonomi daerah kemungkinan akan membawa perbaikan atas masalah
gaji guru ini
11. Birokrasi departemen pendidikan
Birokrasi adalah penyakit nasional. Mental penyeragaman dan mental feodalis mengakibatkan departemen pendidikan lebih banyak berfungsi sebagai penghambat pengembangan dunia pendidikan. Ini harus diubah. Berbagai penyeragaman harus dihapuskan, dan sebagian lagi harus diserahkan pada pemerintah daerah. Departement pendidikan pusat seharusnya hanya mengurusi garis besar-nya saja
12. Faktor ketidak berdayaan hukum
diajarkan
tentang hukum, sementara mereka melihat hukum dilanggar dimana-mana. Tidak ada
konsistensi antara pengajaran dengan kenyataan. Praktisi pendidikan yang
melakukan pelanggaran hukum tidak mendapat sanksi, bahkan tidak diusut sama
sekali. Lembaga-lembaga penjual gelar beroperasi tanpa hambatan. Mungkin karena
pelanggannya adalah praktisi hukum. Hak cipta tidak di hargai di negeri ini.
Akibatnya, penelitian dan penciptaan karya-pun tidak dihargai
14. faktor sosial budaya
Budaya yang
kita serap dari masyarakan Barat lebih banyak budaya gelar intelektualnya,
bukan budaya intelektual itu sendiri. Saya heran mengapa rektor-rektor kita
harus menggunakan pakaian lucu saat melakukan wisuda, demikian pula para
wisudawan kita. Pakaian dari budaya yang sudah hilang kita gunakan untuk
menyerap budaya gelar intelektual itu. Tetapi budaya intelektual, penelitian,
pemikiran logis dan dialog rasional belum kita milik
15. mengapa pendidikan dapat terus lebih mahal tetapi kelihatannya tidak
lebih bermutu.
Memang banyak orang merasa bahwa mereka mengerti
masalah-masalahnya dan menyebutkan solusinya, misalnya: Sekolah dan kampus
harus menurunkan biayanya – Bagaimana mungkin? Sebetulnya pendidikan di negara
ini sudah relatif murah, apa lagi dibanding negara lain, dan kita perlu
memikirkan itu sekarang.
Perbaikan
kualaitas pendidikn di indonesia
Ilmu itu laksana cahaya. Ketika
seseorang berilmu, maka ia mampu menerangi sekitarnya yang masih gelap wawasan.
Dunia ini terus berkembang dan ilmu adalah kunci untuk mencerna perkembangan
zaman ini. Itulah mengapa pendidikan selalu menjadi titik kebangkitan suatu
bangsa. Itulah mengapa orang selalu mencari pendidikan. Knowledge is
power.
Negara tetangga seperti Australia,
Singapura, dan Malaysia telah menjadi destinasi favorit bagi pelajar dalam
mengejar pendidikan. Negara-negara tersebut mempunyai kualitas pendidikan yang
bermutu sehingga mereka bahkan dapat menarik pelajar dari luar negaranya.
Bagaimana dengan Indonesia ? Indonesia harus menetapkan target yang realistis.
Sebelum bermimpi menjadi negara favorit dalam bidang pendidikan seperti ketiga
negara di atas, Indonesia perlu terlebih dahulu memastikan bahwa pendidikan
yang bermutu di Indonesia telah menyentuh semua kalangan. Tiga fokus utama
dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia adalah infrastruktur,
kurikulum, dan pengajar.
1. Infrastruktur
Hal yang paling mudah untuk
dikritisi adalah infrastruktur sekolah. Sering sekali kita mendengar berita
bahwa atap sekolah ambruk, bahkan ketika kegiatan belajar mengajar tengah
berlangsung. Kerusakan tanpa terdeteksi mengurangi keamanan bagi pelajar dan pengajar,
seperti bahaya yang mengancam tiba-tiba. Alasan umum adalah bangunan sekolah
tersebut dibangun puluhan tahun lalu (kemungkinan besar saat sekolah Inpres
gencar dibangun) namun tak pernah disentuh oleh perawatan. Perawatan tak pernah
hadir karena anggaran untuk itu juga tak pernah ada. Masalah lain yang sering
menyeruak adalah minimnya fasilitas bagi pelajar untuk melakukan praktikum.
Fasilitas lainnya yang sering absen adalah fasilitas untuk bermain dan
berolahraga. Ketiadaan sarana bermain membuat pelajar bermain di jalan-jalan
(yang akhirnya berevolusi menjadi tawuran) dan sedikitnya sarana olahraga
membuat pelajar mesti melakukan olahraga di tempat yang berbiaya, seperti
menyewa lapangan futsal. Masalah ini penting karena pembinaan jasmani dan praktik
di lapangan adalah teman dari pelajaran mental dan teori di kelas. Keseimbangan
antara teori dan praktik adalah vital dalam pertumbuhan wawasan manusia.
2. Kurikulum
Materi yang diajarkan di sekolah
selalu mengikuti kurikulum yang telah ditetapkan. Di Indonesia, kurikulum
sering berganti dengan alasan menyesuaikan tuntutan zaman dalam hal berpikir.
Hal ini wajar, namun implementasi kurikulum baru juga harus memperhatikan
tingkat kesiapan pelajar dan pengajar dalam mengadopsi kurikulum tersebut.
Kurikulum yang mengutamakan peran aktif pelajar di kelas, misalkan, dapat
diterapkan jika memang budaya aktif mencari tahu sudah tumbuh di pelajar itu
sendiri. Jika belum, harus dilakukan adjustment secara
bertahap di kegiatan belajar mengajar di kelas (dan kadang butuh waktu
bertahun-tahun agar menyerap sebagai budaya) agar kemudian kurikulum tersebut
dapat diterapkan secara nasional. Pengajar juga harus melakukan transisi, tidak
hanya sekadar menjalankan. Contoh, mengikuti kurikulum baru, pengajar jarang
datang dan hanya meminta siswa mencari bahasan tertentu. Jika pengajar tersebut
juga tidak memberikan pengenalan awal tentang apa bahasan itu, pelajar pun juga
tak akan punya sense tentang bahasan apa yang harus dicari.
Pendidikan akan inefisien.
3.
Pengajar
Guru
dan Dosen
“Sejauh
ini kualitas guru masih rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Malaysia dan Singapura. Ironisnya, perhatian terhadap kualitas guru masih minim
karena memperbaiki kualitas guru sama dengan mengatasi tujuh puluh persen persoalan
pendidikan nasional,” ujar Rohmani. “Sayangnya, program sertifikasi guru yang
ada selama ini bukan jawaban terhadap persoalan kualitas guru. Sertifikasi
tersebut baru menjawab persoalan kesejahteraannya saja,” lanjutnya. Untuk itu,
kata Rohmani, pendidikan kedinasan menjadi penting, terutama untuk mengatasi
kesenjangan penyebaran guru. Sejauh ini sebaran guru di tanah air belum merata,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Kompas.com).
Pemerintah
harus mampu meningkatkan kualitas guru dan dosen. Kualitas menjadi sangat
penting, karena tugas yang di emban oleh guru dan dosen sangatlah berat yaitu
menciptakan generasi penerus bangsa yang berilmu dan bermoral. Poin penting
mewujudkan itu adalah dengan menghasilkan output guru atau dosen yang berilmu dan
berdidikasi untuk mengajarkan ilmunya, serta bermoral yaitu moral yang sesuai
dengan norma – norma yang ada di Indonesia sekarang juga. Karena menunda hal
tersebut, berarti menunda kemajuan bangsa Indonesia.
Sering pula kita mendengar tentang tetapnya gaji guru
di tengah naiknya harga barang konsumsi. Gaji guru yang tetap akan menjadi
disinsentif bagi orang untuk bermimpi menjadi guru. Mereka akan enggan untuk
menjadi guru dan tentu berimplikasi pada kelangkaan tenaga pengajar di
Indonesia masa depan. Gaji yang tetap (atau termakan arus inflasi jika kita
bicara secara riil) juga akan mempengaruhi kinerja guru yang kini masih
mengajar. Menurut ilmu ekonomi, gaji (atau upah) adalah ganti atas apa yang
telah kita korbankan. Gaji yang kecil akan merangsang orang untuk mengeluarkan
pengorbanan yang kecil pula, demi menyelaraskan apa yang dikorbankan dan apa
yang didapat. Hal sensitif lainnya yang sering terlupakan adalah kurangnya
pengajaran nilai-nilai universal di sekolah. Beberapa institusi pendidikan terkadang
masih gemar mengelompokkan pelajar berdasarkan agama atau mengutamakan putra
daerah atau semacamnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Progam wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan
pemerintah bisa dikatakan belum berhasil secara sempurna, ini bisa dilihat dari
kondisi para pelajar yang berada di desa-desa terpencil mereka perlu bekerja
keras untuk menuntut ilmu agar kehidupan esok yang lebih layak. Kondisi
geografis sebagai masalah utama disini sebetulnya tidak terlalu menjadi masalah
yang besar bagi pelajar desa jika dibandingkan dengan pelajar di kota besar
yang dalam segi apapun telah terpenuhi tapi masih banyak pelajar di kota besar
yang masih bolos sekolah hanya karena alasan malas. Sebetulnya pelajar di desa
lebih mempunyai niat untuk belajar dibandingkan dengan
pelajar di kota besar.
4.1 saran
untuk pemerintah agar meninjau pelaksanan rencana
kerja yang sudah ada agar para pelaksana tidak menyalah gunakan rencana itu
DAFTAR PUSTAKA
WWW.Google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar